[REVIEW] Assassin’s Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Setelah sempat menuai kontroversi bahkan sebelum dirilis, Assassin’s Creed Shadows akhirnya resmi meluncur dan bisa dimainkan oleh publik. Game terbaru dari Ubisoft ini langsung mencuri perhatian karena latar belakangnya yang unik: Jepang di era Sengoku (tahun 1500-an), lengkap dengan dua karakter utama yang bisa dimainkan—Naoe, seorang shinobi asal desa Iga, dan Yasuke, samurai asal Afrika yang bersejarah.

Banyak yang sempat skeptis, terutama karena keputusan Ubisoft untuk mengubah formula klasik Assassin’s Creed yang dulu sangat berfokus pada stealth dan narasi sejarah. Tapi apakah keraguan itu terbukti? Atau justru Assassin’s Creed Shadows jadi angin segar bagi seri yang sempat kehilangan arah? Nah JagoGame mendapatkan kesempatan dari Ubisoft SEA untuk mengulas game ini, setelah memainkannya selama lebih dari 25 jam, berikut ulasan JagoGame yang mungkin bisa membantu kamu untuk memutuskan membeli atau tidak. Yuk simak sama-sama berikut ini gaes!

Eksplorasi Dunia Feodal Jepang yang Imersif

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Salah satu kekuatan utama dari Assassin’s Creed Shadows terletak pada eksplorasi dunia terbukanya yang benar-benar terasa hidup dan imersif. Ubisoft membuktikan kemampuannya dalam membangun dunia dengan menghadirkan representasi Jepang abad ke-16 yang begitu kaya detail dan atmosfer. Dari arsitektur khas zaman Sengoku, jalanan berbatu di kota Kyoto, kemegahan kastil di Osaka, hingga desa-desa sederhana yang tersebar di wilayah seperti Omi dan Iga—semuanya dikemas dengan nuansa historis yang kuat.

Keberadaan sistem pergantian waktu siang dan malam, perubahan cuaca seperti hujan, kabut, serta rotasi musim dari musim semi hingga dingin, tidak hanya berfungsi sebagai elemen visual, tetapi juga turut memengaruhi cara bermain. Contohnya, saat malam tiba atau kabut turun, visibilitas musuh akan berkurang, memberi peluang bagi pemain untuk menyelinap lebih efektif. Begitu juga saat hujan deras, suara langkah kaki bisa tertutupi, membuka peluang untuk stealth kill yang lebih halus.

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Salah satu aspek menarik adalah munculnya random world events yang membuat dunia tidak terasa kosong. Di tengah perjalanan, pemain bisa saja menemukan warga yang minta bantuan, melihat kejadian perampokan, atau hanya sekadar berinteraksi dengan NPC yang sedang berbincang santai. Detail kecil ini memberikan kesan bahwa dunia dalam game ini bukan sekadar “panggung”, tetapi lingkungan hidup yang bereaksi terhadap kehadiran pemain.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa ukuran map yang begitu luas menjadi pisau bermata dua. Di awal permainan, eksplorasi memang terasa menyenangkan dan menggugah rasa ingin tahu. Tapi semakin masuk ke mid hingga late-game, repetisi mulai terasa. Banyak wilayah yang terasa kosong, tidak memiliki cukup interaksi atau aktivitas berarti, dan tanpa sistem fast travel yang optimal, perjalanan bisa terasa melelahkan dan membuang waktu.

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Meskipun begitu, dari sisi atmosfer dan nuansa sejarah, dunia dalam Assassin’s Creed Shadows tetap menjadi salah satu yang paling autentik dan menggugah dalam sejarah seri ini.

Sistem Pertarungan Ganda: Kombinasi Stealth dan Aksi Brutal

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Salah satu fitur paling segar dari Assassin’s Creed Shadows adalah kehadiran dua karakter utama dengan pendekatan bertarung yang kontras, memberi kebebasan lebih besar kepada pemain dalam menyelesaikan setiap misi. Sistem pertarungan ganda ini bukan sekadar gimmick, tapi benar-benar dirancang untuk memberi variasi pengalaman bermain yang signifikan.

Pertama, ada Naoe, seorang shinobi yang mewakili kembali akar stealth klasik dalam seri Assassin’s Creed. Dengan perlengkapan seperti kusarigama, tanto, dan katana, Naoe dapat menyelinap secara diam-diam, memanjat bangunan, bersembunyi di balik bayangan, dan melakukan eksekusi cepat tanpa terdeteksi. Fitur seperti double assassination, pembunuhan jarak jauh, hingga penggunaan jebakan dan alat ninja membuat gameplay bersama Naoe terasa penuh taktik dan penuh ketegangan.

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Di sisi lain, Yasuke adalah pilihan sempurna bagi pemain yang lebih suka bertarung langsung. Sebagai seorang samurai dengan postur besar dan kekuatan luar biasa, Yasuke membawa senjata seperti long katana, tombak, gada berduri, hingga senjata api kuno seperti teppo. Gaya bertarungnya lebih lambat namun mematikan, cocok untuk menghancurkan pertahanan musuh dalam jarak dekat.

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Menariknya, kedua karakter ini juga memiliki moveset yang bisa dikembangkan melalui pelatihan dari NPC tertentu di dalam game. Pemain bisa mempelajari teknik-teknik baru sesuai preferensi bermain mereka, membuat pendekatan terhadap misi terasa dinamis dan tidak monoton.

Dengan sistem ini, setiap misi bisa diselesaikan melalui berbagai gaya: menyelinap tanpa jejak bersama Naoe, atau bertempur habis-habisan dengan Yasuke. Kombinasi ini menjadikan Assassin’s Creed Shadows terasa jauh lebih fleksibel dan memuaskan bagi berbagai tipe pemain.

Visual dan Detail Grafis yang Mengesankan

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Dari sisi presentasi visual, Assassin’s Creed Shadows menampilkan peningkatan yang cukup mencolok dibanding beberapa entri sebelumnya. Walaupun sempat diragukan saat trailer pertamanya dirilis, versi finalnya berhasil menunjukkan kualitas grafis yang jauh lebih meyakinkan. Dunia Jepang abad ke-16 yang digambarkan dalam game ini terasa sangat autentik dan penuh nuansa, mulai dari pencahayaan alami, atmosfer kota-kota kuno, hingga efek cuaca yang terasa nyata.

Efek visual seperti hujan deras, kabut pagi, dan transisi siang ke malam dikemas dengan detail yang sangat baik. Ketika hujan turun, genangan air tercipta di jalan, angin berhembus kencang menggerakkan dedaunan, dan pencahayaan yang redup menciptakan kesan dramatis, terutama saat menyelinap atau bertarung dalam kegelapan. Perubahan musim juga ditampilkan dengan sangat mulus—dedaunan yang berguguran di musim gugur atau salju yang perlahan menumpuk di musim dingin memberikan kesan hidup pada lingkungan di dalam game.

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Cutscene atau adegan sinematik juga mendapat perhatian khusus. Transisi antar musim dan pergantian cuaca sering kali ditampilkan dalam sinema pra-render yang sangat sinematik dan memperkuat nuansa cerita. Namun, satu kelemahan yang terasa cukup mencolok adalah ekspresi wajah karakter NPC yang cenderung datar. Dalam beberapa momen emosional, animasi wajah mereka kurang meyakinkan sehingga menurunkan intensitas narasi.

Meski begitu, secara keseluruhan, performa grafis game ini sangat stabil, terutama saat dimainkan di perangkat seperti laptop gaming. Dengan pengaturan grafis High, pemain bisa menikmati visual yang maksimal tanpa penurunan frame rate yang signifikan. Ini menjadi bukti bahwa Ubisoft benar-benar mengoptimalkan visual tanpa mengorbankan performa teknisnya.

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Untuk segi teknis JagoGame mengulas game ini menggunakan laptop dengan spesifikasi:

  • CPU: AMD Ryzen 9 6900HS
  • GPU: NVIDIA GeForce RTX 3070 Ti
  • RAM: 32 GB
  • SSD: 1 TB

Hasilnya, game ini terasa lancar tanpa hambatan, terlebih setelah melakukan update driver NVIDIA terbaru yang mendukung DLSS 4 untuk game ini. Membuatnya terasa berjalan dengan baik.

Dunia Open World yang Terasa Hidup, Tapi Masih Ada Catatan

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Salah satu kekhawatiran yang sempat muncul sebelum perilisan Assassin’s Creed Shadows adalah dugaan bahwa dunia dalam game ini akan terasa kosong dan sepi. Namun, Ubisoft berhasil membantah asumsi tersebut dengan menciptakan dunia open world yang terasa aktif, responsif, dan organik. Di sepanjang perjalanan dari satu kota ke kota lain, pemain akan menjumpai NPC yang beraktivitas layaknya manusia sungguhan—ada yang sedang berbincang, bergosip, menjajakan dagangan, hingga meminta pertolongan secara acak.

Interaksi kecil seperti ini mungkin terlihat sepele, tapi justru menjadi elemen penting yang membuat dunia terasa hidup. Bahkan saat berjalan di jalan setapak yang sepi, terkadang pemain bisa mendengar percakapan samar dari kejauhan, atau menyaksikan kejadian spontan seperti perampokan atau perkelahian. Ini adalah bukti bahwa Ubisoft sangat memperhatikan detail dunia, menjadikannya lebih dari sekadar latar statis.

Sayangnya, kedalaman cerita dan karakter tidak seimbang dengan dunia yang begitu imersif. Baik Naoe maupun Yasuke sebagai protagonis memiliki latar belakang yang menarik, namun sayangnya pengembangan karakter mereka terasa terburu-buru. Hubungan dengan karakter lain, terutama dalam subplot romansa, muncul tanpa fondasi yang kuat, sehingga tidak terasa natural.

Cerita utama pun berjalan dengan pace yang terlalu cepat dan formula yang sudah sering digunakan: balas dendam, konflik politik, dan konspirasi tersembunyi. Meskipun bisa dinikmati, narasi ini terasa kurang menggugah dan mudah dilupakan.

Satu catatan penting lainnya adalah tidak adanya mini map, yang cukup menyulitkan navigasi di dunia game yang begitu luas. Pemain dipaksa terus membuka map utama hanya untuk memastikan arah, sesuatu yang seharusnya bisa diatasi dengan fitur sederhana. Tanpa mini map, eksplorasi jadi terasa lambat dan membingungkan, terutama bagi pemain baru.

Quest Icon yang Membingungkan

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Salah satu kelemahan paling terasa di Assassin’s Creed Shadows adalah sistem penanda misi atau quest icon yang membingungkan. Semua misi, baik main quest, side quest, maupun world event, ditandai dengan ikon dan warna yang nyaris sama—biasanya biru tanpa penjelasan spesifik. Hal ini menyulitkan pemain untuk membedakan mana misi utama yang wajib diselesaikan demi melanjutkan cerita, dan mana yang hanya konten tambahan atau aktivitas opsional.

Bagi pemain yang ingin menuntaskan cerita secara linear, ketiadaan sistem klasifikasi misi yang jelas membuat progresi terasa tidak terarah. Beberapa bahkan tanpa sadar menjalankan misi sampingan dengan ekspektasi misi utama, hanya untuk menyadari bahwa tidak ada perkembangan signifikan pada jalan cerita.

Sebagai game open world dengan fokus naratif, ketidakjelasan ini seharusnya bisa dihindari lewat desain antarmuka yang lebih informatif dan intuitif.

Bug Ringan Tapi Tidak Mengganggu

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Selama sesi permainan, beberapa bug ringan sempat muncul dan cukup mengganggu pengalaman, meskipun tidak sampai merusak jalannya gameplay. Beberapa contohnya adalah kamera yang susah diatur saat bertarung, karakter utama yang tiba-tiba melayang, hingga NPC yang diam membeku di tempat tanpa reaksi. Meski tergolong minor, bug semacam ini tetap dapat memengaruhi imersi, terutama dalam momen sinematik atau eksplorasi yang seharusnya intens.

Kabar baiknya, tidak ditemukan bug besar yang membuat game crash atau menghentikan progres cerita. Game ini terbilang stabil sejak hari pertama rilis, yang menunjukkan bahwa Ubisoft telah melakukan optimalisasi teknis dengan cukup baik. Namun, tetap disarankan agar bug kecil ini diperbaiki melalui pembaruan ke depannya.

Kesimpulan

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Setelah menghabiskan waktu sekitar 25 jam bermain, dapat disimpulkan bahwa Assassin’s Creed Shadows merupakan sebuah langkah maju yang cukup berani dan segar dari Ubisoft. Game ini berhasil membawa kembali nuansa klasik yang selama ini dirindukan penggemar lama—yaitu gameplay stealth yang terasa murni, eksplorasi historis yang mendalam, serta suasana dunia yang benar-benar hidup. Dengan latar Jepang abad ke-16 yang divisualisasikan secara autentik, setiap sudut dunia dalam Shadows berhasil membangun atmosfer kuat yang membuat pemain larut dalam pengalaman bermain.

Sistem pertarungan dengan dua karakter yang memiliki gaya bermain sangat berbeda juga menjadi nilai tambah besar. Pemain diberikan kebebasan untuk memilih pendekatan—baik menyelinap secara halus bersama Naoe, atau menyerbu langsung bersama Yasuke. Kombinasi ini membuat gameplay terasa dinamis dan tidak monoton.

[REVIEW] Assassin's Creed Shadows, Sang Assassin Meski Digunjing Tapi Tidak Tumbang

Namun, Shadows belum sepenuhnya sempurna. Masih ada beberapa catatan penting seperti pengembangan karakter dan cerita yang kurang emosional, sistem navigasi tanpa mini map yang menyulitkan, serta penanda misi yang tidak intuitif. Bug kecil juga masih ditemukan, meski tidak sampai merusak pengalaman bermain.

Meski begitu, game ini tetap menunjukkan bahwa Ubisoft belum kehilangan sentuhannya. Assassin’s Creed Shadows layak diapresiasi sebagai titik balik, khususnya bagi penggemar yang sempat kecewa dengan arah franchise ini. Jika kamu mencari game action stealth dengan nuansa budaya Jepang yang kental, Shadows bisa jadi salah satu pilihan terbaik di tahun ini.

Skor Keseluruhan: ⭐ 4.0 / 5

KriteriaRating (1-5)Deskripsi
Eksplorasi Dunia⭐⭐⭐⭐☆Dunia Jepang abad ke-16 digambarkan detail dan imersif, tapi mulai terasa repetitif di late-game dan banyak area kosong.
Sistem Combat⭐⭐⭐⭐☆Dual karakter dengan gaya bertarung berbeda memberikan fleksibilitas gameplay, namun variasi Yasuke terasa kurang mendalam dibanding Naoe.
Visual & Grafis⭐⭐⭐⭐☆Visual memukau, cuaca dan musim digambarkan apik. Sayangnya, ekspresi NPC kurang emosional dan sedikit mengurangi imersi.
Open World⭐⭐⭐⭐☆Dunia terasa hidup berkat interaksi dan event acak, tapi minim landmark di area rural membuat navigasi kadang membingungkan.
Cerita & Karakter⭐⭐⭐☆☆Cerita terasa generik, dengan pengembangan karakter yang terlalu cepat dan subplot romansa yang dipaksakan.
Navigasi UI⭐⭐☆☆☆Tidak adanya mini map sangat menghambat eksplorasi dan arah progresi misi. Quest icon juga membingungkan.
Performa Teknis⭐⭐⭐⭐☆Stabil di day-one tanpa bug besar, hanya gangguan minor yang tidak merusak pengalaman bermain.
Kesesuaian Harga⭐⭐⭐⭐☆Konten yang ditawarkan cukup sepadan dengan harga AAA, terutama untuk penggemar lama yang rindu gameplay stealth klasik.