Console, Featured, News, PC

Game Terburuk Sepanjang Tahun 2024, Ketahui Sebelum Menyesal Beli!

Selain ada jajaran game terbaik, ternyata ada juga game terburuk sepanjang tahun 2024. Beberapa game tersebut dicap gagal memenuhi ekspektasi, baik karena cerita yang lemah, mekanisme yang membosankan, maupun rilis yang penuh masalah teknis. Kali ini JagoGame akan mengulas game-game yang dianggap sebagai yang terburuk sepanjang tahun 2024. Jika kamu sedang mencari game baru untuk dimainkan, pastikan untuk membaca daftar ini agar tidak menyesal membelinya. Yuk simak daftarnya berikut ini gaes!

Daftar Game Terburuk Sepanjang Tahun 2024

1. Foamstars

  • Genre: Shooter
  • Publisher: Square Enix

Foamstars adalah upaya Square Enix untuk bersaing dengan game Nintendo seperti Splatoon. Sayangnya, alih-alih membawa sesuatu yang baru dan menarik, game ini justru terasa seperti versi budget dari Splatoon. Dengan gameplay berbasis busa yang dibuat oleh karakter secara canon, Foamstars gagal menghadirkan semangat dan keseruan yang dimiliki oleh Splatoon.

Fitur free-to-play dengan mikrotransaksi berlebihan membuat banyak pemain merasa game ini dirancang untuk mengeksploitasi dompet mereka. Game ini mencoba menggabungkan konsep kompetitif dengan elemen live-service, tetapi hasilnya tidak sesuai harapan. Beberapa mekanik memang menarik, namun tidak cukup kuat untuk menutupi kekurangannya. Meskipun Square Enix dikenal sebagai pengembang besar, Foamstars terasa seperti game yang dirancang tanpa arah yang jelas.

Meskipun memiliki ide yang unik, eksekusinya terasa hambar, membuat game ini cepat dilupakan oleh komunitas gamer. Jika kamu suka Splatoon, sebaiknya tetap setia pada game itu daripada mencoba Foamstars. Tidak hanya gagal dari segi gameplay, game ini juga gagal menarik pemain untuk bertahan dalam waktu lama, dengan komunitas yang dengan cepat kehilangan minat.

2. Suicide Squad: Kill the Justice League

  • Genre: Action
  • Publisher: Warner Bros. Games

Game yang sempat diantisipasi ini akhirnya menjadi salah satu judul paling mengecewakan. Suicide Squad: Kill the Justice League mencoba mengubah pendekatan seri Arkham dari cerita yang padat menjadi permainan live-service. Hasilnya? Kegagalan besar.

Banyak penggemar berat Batman Arkham merasa dikhianati karena cerita yang lemah dan sistem permainan yang membosankan. Dengan fokus pada elemen live-service, game ini kehilangan identitas dari apa yang membuat seri Arkham begitu dicintai. Beberapa karakter seperti Harley Quinn, Deadshot, dan King Shark sebenarnya memiliki potensi besar, tetapi pengembangan mereka terasa setengah hati.

Meski sempat ada pembaruan konten seperti kehadiran karakter Deathstroke, itu tidak cukup untuk menghidupkan game ini. Elemen grinding yang berlebihan dan misi yang repetitif semakin memperburuk pengalaman bermain. Dengan cerita yang buruk, mekanisme permainan yang monoton, dan minimnya rasa hormat terhadap warisan DC, game ini lebih baik dihindari. Untuk para penggemar DC, Suicide Squad adalah pengingat bahwa tidak semua adaptasi video game mampu memberikan keadilan bagi karakter ikonik.

3. South Park: Snow Day!

  • Genre: Co-op Brawler
  • Publisher: THQ Nordic

Game ini mencoba memanfaatkan nostalgia penggemar dengan gaya visual 3D yang menyerupai game South Park di Nintendo 64. Namun, hasilnya jauh dari ekspektasi. South Park: Snow Day! memperkenalkan konsep pertarungan salju dalam bentuk co-op brawler, tetapi gameplay-nya terasa berulang dan membosankan.

Dalam Snow Day!, pemain diajak untuk berpartisipasi dalam pertarungan salju menggunakan berbagai senjata kreatif yang terinspirasi dari humor khas South Park. Sayangnya, mekanisme pertarungan yang dangkal membuat pengalaman bermain menjadi cepat membosankan. Durasi permainan yang sangat singkat dan kurangnya variasi level menjadi salah satu kelemahan utama.

Visual 3D yang digunakan juga mengundang kritik, karena banyak penggemar merasa lebih cocok jika game tetap menggunakan gaya animasi 2D seperti pada The Fractured But Whole. Dengan durasi permainan yang sangat singkat, visual yang kurang menarik, dan mekanisme pertarungan yang tidak memuaskan, Snow Day! membuat penggemar merasa rugi membayar harga penuh. Meskipun humornya masih khas South Park, itu saja tidak cukup untuk menyelamatkan game ini dari daftar game terburuk 2024.

4. Unknown 9: Awakening

  • Genre: Adventure
  • Publisher: Reflector Entertainment

Game Unknown 9: Awakening sebenarnya memiliki potensi besar sebagai petualangan berbasis narasi. Namun, kurangnya pemasaran dan kondisi teknis yang buruk membuat game ini gagal mencuri perhatian. Game ini mengambil latar dari semesta Unknown 9, sebuah franchise yang seharusnya memiliki basis penggemar yang solid. Sayangnya, Awakening justru menjadi titik lemah.

Cerita dalam game ini berfokus pada karakter utama yang mencoba menggali rahasia dari alam semesta Unknown 9. Sayangnya, eksekusi cerita terasa membosankan dengan dialog yang tidak menarik dan misi yang repetitif. Gameplay-nya sendiri kaku, dengan kontrol yang terasa kurang responsif.

Selain itu, banyak pemain yang mengeluhkan bug serta masalah performa, terutama di platform PC. Kesan pertama dari game ini sangat buruk, dengan banyaknya masalah teknis yang mengganggu pengalaman bermain. Sebagai game yang dirilis di tengah ekspektasi tinggi, hasil akhirnya sangat mengecewakan. Bahkan penggemar berat franchise ini pun merasa sulit untuk menikmati Unknown 9: Awakening.

5. Die by the Blade

  • Genre: Fighting
  • Publisher: Kwalee

Game ini memiliki konsep menarik: pertarungan satu lawan satu berbasis senjata dengan sistem one-hit kill. Namun, Die by the Blade gagal memenuhi ekspektasi. Gameplay yang seharusnya intens dan menegangkan malah terasa kaku dan tidak responsif.

Dalam Die by the Blade, pemain diharapkan menguasai teknik bertarung dengan senjata, menggunakan timing dan presisi untuk mengalahkan lawan dalam satu serangan. Namun, sistem pertarungan yang tidak halus membuat permainan terasa kurang menyenangkan. Beberapa senjata memang memiliki variasi menarik, tetapi kurangnya kedalaman dalam mekanisme permainan membuatnya tidak bertahan lama.

Selain masalah teknis, fitur multipemain yang sering bermasalah membuat pemain frustrasi. Banyak yang berharap game ini akan menjadi penerus spiritual dari Bushido Blade, tetapi kenyataannya jauh dari itu. Mode multiplayer sering bermasalah, dengan server yang tidak stabil, sehingga sulit menemukan lawan. Untuk penggemar pertarungan berbasis senjata, lebih baik menunggu game lain yang menawarkan pengalaman lebih halus.

6. Taxi Life: A City Driving Simulator

  • Genre: Simulation
  • Publisher: Nacon

Taxi Life: A City Driving Simulator mencoba menawarkan pengalaman simulasi menjadi pengemudi taksi di kota besar. Sayangnya, game ini lebih mirip perjalanan panjang tanpa tujuan. Gameplay yang monoton, NPC yang membosankan, serta lingkungan yang terasa kosong membuat game ini sulit dinikmati.

Sebagai simulator, Taxi Life: A City Driving Simulator mencoba menghadirkan elemen realisme seperti mematuhi aturan lalu lintas, berinteraksi dengan penumpang, dan mengelola jadwal kerja. Namun, kurangnya variasi dalam aktivitas membuat permainan cepat kehilangan daya tarik. Bahkan bagi penggemar simulator sekalipun, “Taxi Life” terasa terlalu hambar.

Meskipun ada beberapa pembaruan untuk memperbaiki masalah teknis, pengalaman bermainnya tetap terasa membosankan. Jika kamu ingin menjadi sopir taksi virtual, lebih baik mainkan mode taksi di Grand Theft Auto atau nostalgia dengan Crazy Taxi. Simulator ini mungkin cocok untuk sebagian kecil orang, tetapi bagi kebanyakan pemain, game ini tidak memberikan pengalaman yang layak.

7. Skull and Bones

  • Genre: Action-Adventure
  • Publisher: Ubisoft

Sebagai game bajak laut, Skull and Bones sangat diantisipasi. Namun, begitu dirilis, game ini langsung dihujani kritik. Meskipun visualnya cukup menarik, gameplay yang repetitif dan cerita yang dangkal membuat pemain merasa cepat bosan.

Skull and Bones mencoba menghadirkan pengalaman bajak laut yang mendalam, tetapi gagal memberikan kedalaman narasi maupun variasi gameplay. Pemain diharuskan untuk menjalani misi berulang seperti mengangkut barang dan bertarung di lautan, tanpa adanya pengembangan karakter atau cerita yang menarik.

Kelemahan terbesar game ini adalah sistem ekonomi dan grind yang tidak memotivasi pemain untuk terus bermain. Dibandingkan dengan game seperti Sea of Thieves atau Assassin’s Creed: Black Flag, Skull and Bones terasa hambar dan kurang hidup. Game ini menjadi contoh bagaimana elemen visual saja tidak cukup untuk menyelamatkan gameplay yang buruk.

8. Life Is Strange: Double Exposure

  • Genre: Narrative Adventure
  • Publisher: Square Enix

Membawa kembali Max Caulfield, Life Is Strange: Double Exposure awalnya menjanjikan nostalgia untuk penggemar Life Is Strange. Namun, cerita yang tidak menarik, pilihan yang terasa tidak berdampak, serta eksekusi yang setengah hati membuat game ini menjadi salah satu entri terlemah di seri ini.

Dalam Double Exposure, pemain diajak kembali ke Arcadia Bay untuk mengeksplorasi cerita baru yang melibatkan Max. Sayangnya, alur cerita terasa dipaksakan dengan dialog yang klise dan karakter pendukung yang tidak memorable. Keputusan yang seharusnya menjadi elemen kunci dalam game ini kehilangan dampaknya karena hasilnya terasa terlalu tertebak.

Banyak penggemar merasa game ini hanya mencoba memanfaatkan nama besar tanpa memberikan pengalaman yang benar-benar layak. Sebagai penggemar Life Is Strange, kamu mungkin lebih baik mengingat game ini sebagai nostalgia daripada memainkan Double Exposure.

9. Graven

  • Genre: FPS/RPG
  • Publisher: 3D Realms

Sebagai game yang dirilis oleh 3D Realms, Graven membawa harapan besar untuk menjadi throwback ke era boomer shooter seperti Doom atau Hexen. Namun, harapan itu pupus saat game ini ternyata penuh dengan bug, cerita yang membosankan, dan sistem penyimpanan yang kacau.

Dalam Graven, pemain dihadapkan pada dunia yang penuh misteri dengan elemen sihir dan senjata. Meski pada awalnya terlihat menjanjikan, gameplay yang tidak halus dan desain level yang monoton membuat game ini sulit dinikmati. Bahkan penggemar berat genre ini pun merasa kecewa dengan kurangnya perhatian terhadap detail.

Meskipun memiliki atmosfer retro yang menarik, masalah teknis dan gameplay yang tidak selesai membuat Graven menjadi salah satu kekecewaan terbesar tahun ini. Jika kamu penggemar genre ini, sebaiknya cari game lain yang lebih layak dimainkan.

10. Champions Tactics

  • Genre: Strategy
  • Publisher: Ubisoft

Champions Tactics menjadi salah satu game terburuk tahun ini bukan hanya karena gameplay-nya yang membosankan, tetapi juga karena keputusan Ubisoft untuk memasukkan elemen NFT. Di tahun 2024, NFT sudah mulai ditinggalkan, tetapi Ubisoft masih mencoba mengeksploitasi tren yang sudah usang ini.

Game ini mencoba menggabungkan elemen strategi dengan mekanisme free-to-play berbasis NFT. Namun, desain karakter yang generik, misi yang membosankan, dan kurangnya interaksi yang bermakna membuat game ini gagal total. Bagi pemain yang tidak tertarik pada NFT, Champions Tactics tidak menawarkan alasan kuat untuk dimainkan.

Dengan desain karakter generik, mekanisme permainan yang tidak menarik, serta tujuan utama untuk menjual NFT, game ini terasa seperti produk komersial tanpa jiwa. Banyak gamer bahkan tidak menyadari game ini pernah dirilis, dan itu mungkin hal terbaik yang terjadi untuk Champions Tactics.

Itulah daftar game terburuk di tahun 2024 yang sebaiknya kamu hindari. Pastikan kamu lebih teliti sebelum membeli, dan jangan lupa untuk selalu membaca ulasan dari para pemain lainnya agar terhindar dari pengalaman gaming yang mengecewakan.